Info update
Loading...
Rabu, 11 April 2018

Syarat Wali Nikah Bagi Mempelai Wanita


Syarat wali nikah
1.Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.
2.    Wali nikah terdiri dari:
a.    Wali nasab
Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.
Kelompok tersebut yakni:
1)    Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
2)    Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
3)    Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.
4)    Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka.
Dari kelompok-kelompok di atas terdapat ketentuan sebagai berikut:
1.    Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.

2.    Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya maka yang paling berhak menjadi wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang hanya seayah.
3.    Apabila dalam satu kelompok derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat kandung atau sama-sama derajat kerabat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali.
4.    Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah, atau oleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah udzur, maka hak wali bergeser ke wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya.
b.    Wali hakim
Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan.
Dari sejumlah ketentuan mengenai wali nikah di atas bisa kita ketahui bahwa wali nikah yang dimaksud dalam Islam adalah kerabat laki-laki kandung, baik itu ayah, saudara laki-laki seayah, atau kerabat lain sesuai urutan kekerabatan yang kami uraikan di atas. Dengan demikian, dalam konteks pertanyaan Anda, ayah angkat Anda tidak bisa bertindak sebagai wali nikah untuk menikahkan Anda karena ayah angkat tidak memiliki hubungan kekerabatan kandung dengan Anda sebagaimana yang dipersyaratkan dalam hukum Islam.
Solusinya adalah pertama-tama, Anda perlu mencari tahu asal-usul Anda. Jika memang ayah kandung Anda tidak ada, maka yang bertindak sebagai wali nikah adalah kelompok wali nasab yang kami sebutkan di atas tadi sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan Anda sebagai calon mempelai wanita. Jika memang tidak ada, jalan terakhir adalah wali hakim yang bertindak sebagai wali nikah Anda. Wali hakimberdasarkan Pasal 1 huruf b KHI ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah.

Akan tetapi, lebih dari pada itu, dalam praktiknya, apabila anak angkat tersebut tidak diketahui siapa orang tua kandungnya, maka yang menjadi wali nikah anak perempuan angkat adalah ayah angkatnya. Dalam sebuah tulisan Anak Istilhaq (Kaitannya Dengan Kewenangan PA tentang Pengangkatan Anak) yang kami peroleh dari laman resmi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung dikatakan bahwa anak perempuan yang diangkat kemudian diistilhaqkan/dihubungkan kepada orang tua angkatnya berdasarkan penetapan hakim pengadilan agama, maka wali nikahnya adalah ayah angkatnya.
Lebih lanjut dikatakan antara lain dalam tulisan tersebut bahwa antara anak angkat yang tidak diketahui siapa orang tua kandungnya dengan orang tua angkat terjalin hubungan darah/nasab dan hak saling mewaris sebagaimana hubungan anak kandung dengan orang tuanya. Jika anak angkat itu perempuan, maka wali nikahnya adalah ayah angkatnya. Kalau ayah angkat telah meninggal dunia, maka wali nikah adalah wali ab'ad atau wali hakim. Seandainya orang tua angkat adalah perempuan maka wali nikah anak angkat adalah wali nasab dari ibu angkatnya atau wali hakim. Hal ini didasarkan pada peristiwa dan perbuatan hukum yang timbul akibat perkembangan dan dinamika masyarakat yang perlu dicari solusi hukumnya.
Kemudian kami akan menjawab pertanyaan Anda berikutnya mengenai asal-usul Anda sebagai anak angkat. Memang, pada dasarnya setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.Tapi, dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku [lihat Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”)].
Menurut penjelasan pasal ini, ketentuan mengenai hak anak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dalam arti asal-usulnya (termasuk ibu susunya),dimaksudkan untuk menghindari terputusnya silsilah dan hubungan darah antara anak dengan orang tua kandungnya, sedangkan hak untuk dibesarkan dan diasuh orang tuanya, dimaksudkan agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya.
Jadi, pada dasarnya, Anda berhak untuk dibesarkan dan diasuh oleh orang tua kandung Anda sendiri. Di samping itu, jika memang pengangkatan anak itu terjadi, pengangkatan anak itu pada dasarnya juga tidak boleh sampai memutuskan silsilah dan hubungan darah antara Anda dengan orang tua kandung Anda.

Semua pernikahan yang tidak menghadirkan empat pihak maka termasuk zina : suami, wali dan dua saksi yang adil. 

Untuk itu dalam syariat Islam, pada dasarnya pengantin laki-laki tidak butuh wali dalam akad nikah. Sehingga dia bisa menikah tanpa adanya wali, dan kalau pun dalam penyebutkan 'bin'-nya tidak benar, tidak akan berpengaruh pada sah tidaknya akad nikah itu.

Yang jadi masalah dalam akad nikah adalah pengantin perempuan. Bila yang diangkat jadi anak angkat oleh A adalah seorang wanita, lalu ketika menikah yang jadi wali adalah ayah angkatnya, maka disitu baru terjadi masalah. Sebab A bukan ayah kandung, sehingga tidak sah kalau menjadi wali dalam akad nikah itu.  Yang boleh jadi wali adalah ayah kandungnya, yaitu dalam hal ini adalah B.

Masalah Wali Nikah
Sesungguhnya yang menjadi masalah dalam ijab kabul dan sah atau tidaknya sebuah akad adalah pada sosok wali atas pengantin wanita. Sebab bila yang menjadi wali bukan orang yang dibenarkan secara syariah, maka akadnya menjadi tidak sah juga.

Ada sabda Rasulullah SAW yang menegaskan bahwa menikah tanpa izin dari wali adalah perbuatan mungkar dan pelakunya bisa dianggap berzina.
أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ. فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا اَلْمَهْرُ بِمَا اِسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لا وَلِيَّ لَهُ
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batil, nikahnya itu batil dan nikahnya itu batil. Jika (si laki-laki itu) menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatan yang telah dihalalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka Sulthan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali. (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah.)
لاَ نِكَاحَ إِلا بِوَلِيٍّ
Dari Abi Buraidah bin Abi Musa dari Ayahnya berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,"Tidak ada nikah kecuali dengan wali". (HR Ahmad dan Empat)
Di dalam hadits yang lain juga disebutkan :
لاَ تُزَوِّجُ المرْأَةُ نَفْسَهَا فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِي تَزَوِّجُ نَفْسَهَا
Dari Abi Hurairah radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Janganlah seorang wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina itu adalah wanita yang menikahkan dirinya sendiri. (HR. Ad-Daruquthny)
Dari Al-Hasan dari Imran marfu'an,"Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi".(HR Ahmad).
Sedangkan Abdullah bin Abbas berfatwa :
كُلُّ نِكاَحٍ لَمْ يَحْضُرْهُ أَرْبَعَةٌ فَهُوَ سِفَاحٌ: الزَّوْجُ وَوَلِيُّ وَشَاهِدَا عَدْلٍ
Semua pernikahan yang tidak menghadirkan empat pihak maka termasuk zina : suami, wali dan dua saksi yang adil. 

0 komentar :

Posting Komentar

Back To Top