Info update
Loading...
Rabu, 12 Agustus 2020

INFO UNTUK KAPOLDA SULSEL, PENYIDIK BAGIAN TAHBANG "DIDUGA KEOK" DI TANGAN PENGUSAHA MATA SIPIT ?


"Drs Kaharuddin terus berjuang mencari keadilan hukum"

Perlakuan kaki tangan Andry Pitrajaya dilokasi milik Djabire diantaranya:
-Menebang pohon pisang, membakar dan merusak tanaman milik Dg Sese.
-Memagari pagar tembok lokasi milik Dg Jabire
-Memasang papan bicara ditanah rincik Djabire.

MAKASSAR (MEDIA INDONESIA HEBAT) Kasus tanah yang sangat melelahkan bagi seorang pencari keadilan, atas kisruh tanah keluarganya yang diserobot dan diambil paksa seorang pengusaha dengan bermodalkan sertifikat buntung karena lokasinya ditempat lain, sementara  menunjuk tanah milik Djabire bin Latuwo.
Penyidik Tahbang Polda diduga sepertinya tak punya taring lantaran kekuatan yang dimiliki Andry Pitrajaya. Tanah sebagai satu-satunya harapan bagi keluarga Djabire bin Latuwo diklaim sang pengusaha (Andyry Pitrajaya) yang memagari tanah milik Djabire, ujar Kaharuddin yang didampingi H.Mampawa, Rabu/12/8/20
Kisruh penyorobotan tanah milik Djabire bin Latuwo sudah lama dilaporkan ke pihak Tahbang Polda Sulsel yakni pada tanggal (14-10-2019). Terlapor sebagai penyorobot adalah pengusaha mata sipit Andry Pitrajaya yang dibantu orang pribumi yakni H.Tunru sampai kini tidak ada titik terangnya, ujar Kahar lagi.

Penyerobot bagaikan tembok Berlin yang susah ditembus hukum, karena dipanggilpun tak bergeming dengan surat panggilan polisi yang pertama sampai sekarang kasusnya masih menggantung. Ahli waris Djabire hanya menelang air liurnya saja karena oknum Penyidik Polda dibagian Tahbang tak memproses lanjut. Bahkan terkesan laporan penyorobotan ini di petieskan.
"Ratusan pohon pisang, mangga dibabat habis dan dibakar kaki tangan Andry Pitrajaya milik Dg Sese"

Tidak ada kejelasan penangangan laporan penyerobotannya, apalagi yang selama ini Kanit yang dianggap bertanggung jawab sudah pindah tugas. Sementara penyidik ditengarai bermain mata sipit, beber Kahar baru-baru ini. Kami akan berjuang terus, dan berharap bapak Kapolda yang baru ini bisa menegakkan kebenaran dan membantu rakyat kecil seperti yang dialami keluarga Djabire ini.

Seharuanya penyidik tidak boleh kalah dan tunduk berjalan saja pada pada koridor hukum yang berlaku. Yang benar katakan yang benar dan yang salah katakan yang salah. Masa sertifikat 55 yang salah lokasi itu mau dibenarkan ? Sementara Rincik yang dimiliki ahli waris dan menempati lahan miliknya selama berpuluh-puluh tahun rontok atas sertifikat milik Andry Pitrajaya yang nota benenya salah lokasi.

Keberadaan sertifikat ini juga perlu ditelisik baik-baik pihak penyidik. Selain salah titik/lokasi juga terbitnya sertifikat yang dimiliki Andry Pitrajaya, beber Kahar. Sementara Dg Sese anak menantu dari Djabire adalah orang pertama berdebat dalam lokasi milik nya saat membabat habis pohon pisang dan tanaman lainnya sambil membakarnya, itu dilakukannya atas perintah sang Bosnya yaitu Andry Pitrajaya, ujar Dg Sese suami dari Syamsia kepada media ini. 

Kasus pemagaran lokasi miliknya telah dilaporkan kepada penyidik pada tanggal 14 Oktober 2019, namun sampai sekarang belum mendapatkan hasil, kami orang kecil dan tidak bisa melawan kecuali berharap bantuan dari polisi yang jujur yang bisa menegakkan rasa keadilan terhadap orang lemah.
"Lahan Djabire bin Latuwo yang sudah dipagari"

Selama ini merasa malu, sedih karena lahannya dipagari tembok keliling oleh seseorang dan men caplok tanah milik nya. Semoga proses laporan yang kami lakukan akan berjalan lancar. Kami punya Surat rincik Porsil 39 SII, kohir 275 CI luas 1,36 Ha. 


Lebih jauh dikatakannya, kalau sistim yang dilakukan Andry Pitrajaya mencaplok tanah warga dengan kekuatan sertifikat seperti ini. Maka semua orang bisa melakukan nya. Karena tinggal mengarahkan kekuatan uang dan memanfaatkan oknum polisi datang di lokasi yang dia tunjuk untuk dipagari.

Untuk itu, kami berharap kepada bapak Kapolda Sulsel yang baru yang dikenal pro rakyat kecil memerintahkan  anggotanya untuk mempercepat kasus yang menimpa kami, tanah kami disorobot, lahan yang kami tempati bersama sekeluarga, dirampas dengan memagari beton, sehingga kami tidak bisa menanam didalamnya.

Kami orang kecil, kami juga orang susah, tidak mungkin melawan orang besar dengan banyak uang. Harapan terbesar kami hanya karena kebenaran yang kami pegang, kami punya surat Rincik atas nama orang tua kami, Djabire Bin Latuwo. Sampai berita ini edar, penyidik tidak memberikan konfirmasinya atas kasus ini. (MIH/Tim Investigasi-Kahar, H.Mampawa-Andi Kadir-Hamid)

0 komentar :

Posting Komentar

Back To Top