Info update
Loading...
Kamis, 27 Mei 2021

KPK Blunder, Barang Bukti OTT NA, Sampai Sekarang Masih "Nihil" Dan Dicari Bukti-Buktinya ?


"Penegakan Hukum tidak boleh berbahasa "Katanya" harus Ril, alat bukti harus menjadi pegangan penyidik dan tidak boleh ada istilah nanti dibelakangan dicari" bukankah OTT ditimpakan kepada Nurdin Abdullah ?

MAKASSAR (MEDIA INDONESIA HEBAT) Berjalan di kewenangannya sebagai penyidik KPK, kasus OTT Nurdin Abdullah semakin membingungkan banyak kalangan, termasuk pemerhati hukum. Menyusul KPK kembali memperpanjang masa penahanan NA dengan tenor waktu 30 hari lagi. Pada hal yang bersangkutan sudah menjalani masa penahanan dua kali perpanjangan dengan waktu 20 hari tambah 20 hari.(20x2) berkasnya belum dinyatakan P21.

Karena KPK kesulitan mengumpulkan bukti otentik yang berkaitan dengan operasi tangkap tangan (OTT) Nurdin Abdullah  sampai sekarang/ Jum'at 28/5/21 berkasnya belum juga Clier alias belum P21. KPK langsung tancap GAS dengan memperpanjang masa penahanan dengan tambahan waktu 30 hari kedepan ? Seharusnya KPK membebaskan NA kalau berkaitan dengan jeratan OTT sebelum mencapai 50 hari masa penahanannya.

Sejumlah pengamat dan pemerhati hukum angkat bicara, kalau KPK menjalankan tugasnya dengan sistim seperti ini yang ditimpakan kepada Gubernur Sulsel non aktif NA, maka seluruh pejabat di Indonesia tidak akan selamat dengan jeratan hukum seperti ini. Anehnya lagi proyek yang setahun lalu diungkap bahwa ada uang mengalir ke diri NA ataupun keluarganya. Pada hal proyek itu sudah lewat pertanggung jawabannya dan tidak ada masalah hukum, hal inilah yang terungkap melalui saksi yang katanya ada penyetoran Rp 50 juta dan sebagainya. Bisa kita bayangkan kalau seorang pejabat ditangkap OTT tanpa bukti Valid ? 

Nanti setelah berjalan penangkapan, baru memanggil puluhan saksi untuk diperiksa ? Dipertanyakan uang mengalir ? Katanya OTT , kok barang buktinya nihil pada saat nangkap ? Barang buktinya baru cari kemana-mana ? Kalau cara KPK seperti ini maka semua pejabat tidak akan selamat. Mereka ditangkap OTT dulu baru kasat kusut cari bukti dan periksa saksi Perintah KUHAP sepertinya diabaikan tentang tata cara penahanan seseorang yang melebihi kententuan KUHAP.

Pada  dasarnya pembatasan jangka waktu masa penahanan bagi seorang tersangka/terdakwa di setiap institusi penegak hukum seperti penyidik di Kepolisian, penuntut umum di Kejaksaan dan Hakim di Pengadilan telah mempunyai porsi masing-masing yang ditentukan oleh UU No. 1 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Ketentuan mengenai pembatasan jangka waktu penahanan tersebut, juga dapat dimintakan perpanjangan masa penahanan dengan sekali saja pada setiap institusi. kemudian adapun akibat apabila masa tahanan telah lewat dari batas  waktu yang telah ditentukan, siap atau tidak pemeriksaan terhadap seorang tersangka/terdakwa yang dikenakan penahanan, maka sesuai amanah KUHAP seorang tersangka/terdakwa haruslah dikeluarkan “demi hukum” dari tahanan tersebut. Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP.

Penahanan tersangka sebelum diajukan ke Pengadilan, berdasarkan pasal-pasal yang terdapat didalam KUHAP adalah sebagai berikut:

a.  Pasal 24:

-          Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik paling lama 20 (dua puluh) hari;

-          Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 40 (empat puluh) hari;

-          Tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi;

-          Setelah waktu 50 (lima puluh) hari, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

 

b.   Pasal 25:

-          Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum hanya berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari;

-          Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang paling lama 30 (tiga puluh) hari;

-          Tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi;

-          Setelah waktu 50 (lima puluh) hari, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

Kalau mengacu di mekanisme penangkapan operasi tangkap tangan (OTT) menurut H.Zamsibar, penegakan hukum  apalagi terkait dengan OTT harus sesuai kontruksi kebenaran hukumnya, barang bukti harus didapat ditangan, kedapatan sadapan telpon untuk mendapatkan uang ataupun barang, ada diel-diel tertentu. OTT (Hand Arrest Operation) bahasa kerennya tertangkap basah melalui operasi rahasia(Silent Operation) 
 Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (NA) dijadikan tersangka, Minggu (28/2/2021) dini hari oleh KPK tidak dalam kafasitas yang dipersyaratkan sebagai mana makna OTT. Uang yang dijadikan barang buktipun pemiliknya (Agung Sucipto) tidak menyebut nama Gubernur Nurdin Abdullah meminta ataupun tidak dalam penguasaan NA saat OTT. Demikian halnya Edi Rahmat tidak menyebut nama NA dalam kesaksiannya. Sementara puluhan saksi lainnya 


Operasi tangkap tangan (Hand Arrest Operation) yang dilakukan KPK harus sesuai kontruksi hukum dan berlaku segala syaratnya, karena itu sebuah operasi rahasia (silent operation), terstruktur guna menangkap basah pelaku saat melakukan tindak pidana korupsi, barang bukti harus lengkap dan tentu saja bukti yang dijadikannya menjerat seseorang tersangka harus bersama atau ditangannya. Saat ini masih terus dicari Barang buktinya, didalami dan memanggil para saksi-saksi kan ?

Peristiwa OTT yang dialamatkan kepada Nurdin Abdullah, Gubernur non aktif saat ini menyisahkan keraguan yang luar biasa bagi penyidik KPK. Menyusul sudah puluhan saksi yang dipanggil belum ada yang menyebutkan keterlibatan langsung Nurdin Abdullah, kecuali hanya berbicara KATANYA. Hal inilah yang membuat KPK merasa tertekan dengan barang bukti yang tidak ada kaitannya OTT dengan NA.

Banyak kalangan menilai bahwa peristiwa OTT yang dialamatkan kepada Gubernur Sulsel non aktif  Nurdin Abdullah sampai kini berkasnya belum rampung alias belum lengkap plus belum P21. Wajar kalau dari awal banyak orang menyebut bahwa OTT KPK salah alamat, orang tidur dan istirahat di rumah jabatan kok dibilang OTT ? Jangan-jangan NA korban politik seperti halnya ketika ingin di rontokkan di Parlemen ?

Karena kalau mengacu di makna OTT, sangatlah tidak relevan, barang bukti uang/barang tidak dalam penguasaan NA, atau Barang buktinya tidak bersama NA ketika diambil dan di Borgol. OTT biasanya didahului dengan kontek HP dan disitu terjadi sadapan telpon bahwa yang bersangkutan tengah disadap apakah berbicara uang atau barang ? 

Sehingga penambahan waktu penahanan tentu sudah keluar dari KUHAP tentang hak penyidik menahan seseorang yang melebihi dari ambang batas waktu. Lain halnya kalau berkasnya P21 , tentu kewenangan tingkat penyidik diatasnya yang bisa memperpanjang dalam hal ini Jaksalah yang berhak tentu dengan petunjuk dan perintah Hakim. Masalahnya, berkas NA belum P21 sampai saat ini/28/5/21(KS/Red/MIH)

0 komentar :

Posting Komentar

Back To Top