KETUA DEWAN PERS Yang Baru, PROF AZYUMARDI
JAKARTA (MEDIA INDONESIA HEBAT) Sangat tepat, sosok ahli hukum yang menduduki ketua Dewan Pers. Semua kalangan menilai bahwa jabatan ini sangat tepat disemakkan dipundak orang yang tahu hukum. Setelah tiga tahun dijabat Prof Muhamnad Nuh, akhirnya Dewan Pers menggelar pemilihan jabatan Ketua Dewan Pers.
Pemilihan yang helat anggota secara aklamasi, cendekiawan muslim tersebut mendapatkan suara bulat kepada Prof.Dr.H.Azyumardi Azra sebagai Ketua Dewan Pers, periode 2022 – 2025, Rabu 18 Mei 2022.
Azyumardi sendiri adalah mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dan pernah mengelola media, sehingga diyakini memahami hal-hal terkait perusahaan media maupun peran dan eksistensi insan pers (jurnalis) tentu menjadi tumpuan agar tidak ada lagi wartawan yang tersandung kasus pidana akibat pemberitaan ataupun penulisan sebagai karya tulis.
Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli mengatakan, waktu pemilihan hanya berlangsung sekitar 30 menit dan tanpa diwarnai perdebatan.
Semua anggota Dewan Pers, secara bulat dan aklamasi memilih Prof Azyumardi,” bebernya.
Arif menyatakan, dipilihnya Azyumardi Azra sebagai Ketua, karena kualitas dan kapasitasnya cukup mumpuni sebagai ahli hukum.
Paling mengemuka dan menjadi pertimbangan khusus sampai terjadi aklamasi, itu karena Prof Azyumardi pernah mengelola media, memahami prinsip-prinsip kebebasan pers dan mewakili kluster masyarakat.
Ada kesepakatan tidak tertulis ketua adalah anggota DP dari masyarakat untuk menjaga independensi DP,” beber Arif Zulkifli. Terpilih nya secara aklamasi tentu insan pers sangat berharap bahwa wartawan bisa terbantu untuk mendapatkan haknya yang berujung dalam bingkai terlindungi hukum. Bahkan wartawan sangat berharap kepada ketua Dewan Pers semua wartawan yang bersayarat bisa mendapatkan keanggotaannya sebagai wartawan Kempentensi. Kehadiran Ketua Dewan Pers yang baru ini semua bisa membantu agar.
Pada kesempatan tersebut dibentuk pula susunan dan kelengkapan kepengurusan Dewan Pers, periode 2022-2025 yang terdiri dari :
Ketua: Prof.DR.H Azyumardi Azra
Wakil Ketua: M. Agung Dharmajaya
Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers: Yadi Hendriana
Wakil: Paulus Tri Agung
Komisi Hukum dan Perundang-undangan: Arif Zulkifli
Wakil: Ninik Rahayu
Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi: Paulus Tri Agung
Wakil: Yadi Hendriana
Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi: Ninik Rahayu
Wakil: Asmono Wikan
Komisi Hubungan Antar lembaga dan Luar Negeri: Totok Suryanto
Wakil: Arief Zulkifli
Komisi Pemberdayaan dan Organisasi: Asmono Wikan
Wakil: Sapto Anggoro
Komisi Pendanaan dan Sarana Organisasi: Sapto Anggoro
Wakil: Totok Suryanto
Banyak Terima Aduan
Dewan Pers mencatat, menerima 620 aduan sepanjang 2021 terkait pelanggaran yang dilakukan media soal pemberitaan.
Data tersebut disampaikan Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Arif Zulkifli, dalam diskusi Media LAB bertajuk “Prospektif Pers Indonesia 2022” yang disiarkan secara live, Rabu (2/2/2022).
“Jumlah kasus yang berkenaan dengan pelanggaran media naik dibandingkan 2020 di mana sebelumnya ada 527 kasus. Ini naik karena satu orang bisa melaporkan 10 media. Dan terlapor mengadukan kurang lebih 3 berita dalam satu media,” katanya.
Arif menerangkan, dari sekian banyak laporan yang masuk paling banyak melanggar Pasal 1 dan Pasal 3 Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Itu seputar judul yang dianggap menghakimi, wartawan yang dianggap tidak melakukan konfirmasi, dan tidak menguji lagi hasil konfirmasi,” beber Arif.
Dewan Pers telah meminta klarifikasi kepada pihak-pihak yang dinilai melanggar.
Kepada Dewan Pers, mereka mengakui kesalahannya. Pertanyaan muncul, kenapa aduan bukan berkurang, tapi malah bertambah banyak?
Kedepankan Bisnis
Arif mengambil kesimpulan, rata-rata media mengedepankan bisnis.
“Pada ingin cepat mengejar traffic akibatnya ya seperti itu,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Penelitian , Pendataan dan Ratifikasi Pers Ahmad Djauhari, tak membantah kenaikan jumlah kasus berkaitan dengan pemberitaan yang diterima Dewan Pers.
Yang menjadi masalah, tak sedikit Pimpinan Redaksi (Pimred) yang belum mengantongi sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
“Dari 527 kasus, sangat minim media yang punya Pimred bersertifikat. Bahkan, sebagian belum mengikuti UKW, banyak laporan yang kami terima seperti itu,” ungkapnya
Padahal, menurut Ahmad Djauhari, verifikasi mempermudah Dewan Pers dalam hal pemberian sanksi.
Ada dua sanksi nantinya baik seperti pencabutan kartu wartawan secara permanen atau pencabutan nonpermanen, artinya dibekukan selama dua tahun.
“Kita bina secara langsung, kalau Pimrednya sudah terverifikasi UKW kan lebih bagus,” pungkasnya. (S.Kadir Sijaya- Pimpred Mediaindonesiahebat.com/Red/MIH)
0 komentar :
Posting Komentar