Sertifikat Hakim Nawing Dan Kawan-Kawan Di Batalkan Kanwil, Pemilik Lokasi Empang Kasorokang Dan Kuasa Penggarap Sujud Syukur.
H.Mahmud saat menceritakan perjuangannya dalam membentengi Empang Kasorokang waktu itu.(14/2/2020)
MAKASSAR-(MEDIA INDONESIA HEBAT) Setelah sekian lama berproses perihal Sertifikat yang diduga "disulap" pihak-pihak tertentu. Kini pemilik empang sekaligus kuasa pemegang Rincik lebih dari 350,76 Hektar dalam buku Induk sebagai mana tercatat dalam Buku F dan Buku C Empang Kasorokang atas nama Hj Tuma Bu'du sebagai pemangku adat (Karaeng).
Kini mulai terang benderang setelah keluar pembatalan sertifikat milik Hakim Nawing dan kawan-kawannya dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional tertanggal 9 April tahun 2001. Pembatalan Sertifikat tersebut sudah melalui proses dan penelitian secara saksama dari pihak yang berwenang dan sudah dinyatakan Inkra sebagai mana yang tertera dalam dokumen pembatalan Sertifikat Seni dan kawan-kawannya.
Empang Kasorokang yang diberikan kuasa penuh kepada H.Mahmud.
Pemilik surat Rincik atas nama Hj Tuma Bu'du dengan luas 350,76 hektar secara keseluruhan dalam buku induk. Tercatat atas nama Hj Tuma Bu'du, sebagai pemangku adat/Karaeng yang berhak atas tanah adat tersebut, yang diberikan kuasa penuh kepada H.Mahmud dalam pengelolaannya, termasuk ketika terjadi penjualan atas Empang tersebut.
Tapi sekalipun sebagai pemangku adat, Hj Tuma Bu'du tetap berbagi kepada warga sekitar dengan memberikan empangnya untuk dikerja orang lain. Termasuk yang benar-benar dikuasai sekitar seluas 83 hektar lebih yang diberi kuasa penuh kepada H Mahmud untuk mengerjakannya menjadi Empang yang produktif menghasilkan udang dan ikan bolu.
Dalam perjanjiannya itu, Hj Tuma Bu'du memberikan penguasaan H Mahmud untuk mengatur bagi orang yang bekerja bersamanya. Diberikan penguasaan lahan sepenuhnya agar Empang tersebut bisa menghasilkan dan aman ditangan H Mahmud, termasuk didalamnya jika Empang tersebut ada orang yang membelinya sehingga H.Mahmud diberikan kuasa dalam memutuskan harga jual kepada pihak pembeli kala itu.
Sebagai orang yang diberi amanah dan pemegang kuasa penuh bertindak atas nama penggarap atau pekerja bersama penjaga serta mengatur segala hal yang berkaitan Empang milik Hj Tuma Bu'du itu. Semua penguasaan yang diberikan kepadanya dari pemilik adalah berdasar perjanjian diatas kertas yang ditanda tangani cap jempol pemilik bersama H.Mahmud.
Hal ini tertuang dalam perjanjian diatas kertas yang masing-masing dibubuhi cap jempol tangan antara Hj.Tuma Bu'du dengan pemegang kuasa H.Mahmud agar suatu saat tidak terjadi ke salah pahaman dibelakang hari, termasuk dari para ahli waris, beber H.Mahmud mengenang kebersamaanya dengan Hj Tuma saat itu.
Perjanjian itu pula Hj Tuma Bu'du telah menyetujui dan menyepakati soal perjanjian Fee setiap permeternya yang diperoleh H.Mahmud ketika lokasi Empang Hj Tuma jika terjual yang tertuang dalam perjanjian dengan saksi -saksi dari ahli warisnya.
Kesepakatan itu tertuang dalam rincian perjanjian yang sudah di bubuhi jempol oleh pemilik surat empang Kasorokang dan di tanda tangani oleh H Mahmud. Segala hal yang berkaitan dengan Empang termasuk dalam hal menjual, berbicara harga adalah H.Mahmud, tutur nya waktu itu.
Surat Perjanjian yang ditanda tangani ke dua belah pihak antara Hj.Tuma Budu sebagai pemilik lokasi Empang Kasorokang kepada H Mahmud tak terbantahkan lagi. Mengingat H Mahmud lah yang menguasai, menjaga sekaligus mengerjakan lahan Empang sejak pemilik nya memberikan amanah sampai beberapa tahun terakhir menjelang meninggal nya.
Bahkan menjelang meninggalnya pun masih menguasainya dan memberikan kepada pekerja Empang. Termasuk memberikan kepada anaknya untuk dilanjutkan kepengurusannya. Kini diberikan kepada anak H.Mahmud, yang bernama Syamsul Rijal (Rijal) agar semua perjuangannya yang ada di Empang Kasorokang tetap dijaga dengan baik, untuk mengetahui semuanya baik perjanjiannya dari Hj Tuma maupun masalah Sertifikat yang dibatalkan itu, termasuk masalah Fee H.Mahmud agar memanggil yang selama ini mendampingiku yaitu Dg Sibali (Sijaya).
Dialah yang banyak tahu karena setiap bersamaku pasti kukasi lihat kan urusanku dan surat yang di kupegang. Untuk didampingi anakku yang bernama Rijal jika suatu saat saya tidak bisa lagi menjalankan urusan ini. Saya sangat mempercayai itu Dg Sibali. Agar anaknya yang bernama Rijal melanjutkan amanah dari Hj Tuma sebagai mana dalam dokumen perjanjian yang ditanda tangani bersama dengan cap jempolnya.
Semua Sertifikat yang dipegang Hakim Nawing dan kawan-kawannya telah dibatalkan sebagai mana dalam keputusan Kanwil BPN yang bernomor 520.1/03/BATAS/53-01/Tahun 2001, tertanggal 9 April 2001.
Pemegang Sertifikat masing-masing, atas nama Saeni, Rugeng, Makka T, - Bakkara, Sainuddin, Malla, Lahasa, Baso Rabrang, Tibbu, Osman , dan Hasan.
Sertifikat tersebut terurai dalam gambar Situasi dengan nomor ukur 2854, 2858, 2851, 2852, 2855, 2849, 2850, 2856, 2857, 2853, 2859.
Inilah nomor gambar situasi dan nama yang tertera dalam Sertifikat yang sudah dibatalkan dan ditarik oleh Kanwil BPN dan dianggap sudah tidak berlaku lagi bagi nama-nama yang tertera dalam sertifikat tersebut, beber H.Mahmud saat itu kepada media ini. (14/2/2020).
Sebanyak 11 orang pemegang sertifikat yang telah dibatalkan Kanwil pertanahan tahun 2001 kini sudah ditarik Kanwil dan dianggap tidak berlaku. Sehingga kepemilikan tanah Empang kembali kepada pemilik Rincik yang yang bernama Hj Tuma Budu, ujar H Mahmud waktu itu.
Tanah Empang milik Hj.Tuma itu tidak terbantahkan karena tercatat dalam Buku F dan Buku C, yang ada di kelurahan setempat, dan diakui mantan Lurah yang bernama Abd Rakhim saat menjabat bahkan menyimpang arsip sebagaimana yang tercatat dalam buku yang ada dikelurahan waktu itu, ujar H.Mahmud menirukan penyampaian Abd Rakhim saat sering bersama. (14/2/2020).
Dikatakan H. Mahmud lagi, bahwa dirinya mengerjakan Empang tersebut dari orang tuanya dulu, dan menurutnya dia masih berumur sekitar 15 tahun sudah ikut kerja Empang bersama bapak nya, bahkan H Mahmud dengan nada canda mengatakan bahwa dia kerjakan Empang tersebut " dengan dialet Makassar, "Tenapa Nassele Badik Tingkoroka Nakunia lalang anjamai Empang Rikasorokang" ujarnya berkelakar kepada penulis media ini (Kadir Sijaya) hampir 5 tahun lalu (2020)
Kalaupun dianggap ada masalah lokasi Kasorokang, itu dari orang lain saja, seperti yang selama ini terjadi H Nawing mau menguasainya, dengan membuatkan Sertifikat kemudian mengambilkan uang. Itulah sebabnya sertifikat H Nawing bersama keluarganya dibatalkan Kanwil.
Kami selaku pemilik sesungguhnya empang tersebut tidak pernah bermasalah, tidak perna memindah tangankan, baik menjual kepada pihak lain, apalagi menyerahkannya. Kecuali yang memang saya kasi kepercayaan seperti H Mahmud itu, ada AJB yang dipegang dan dibeli dari saya langsung, ujar Hj Tuma yang disampaikan H Mahmud kepada penulis waktu itu.
Karena keseriusan dan kerja kerasnya bersama orang tuanya, dirinya mendapatkan kepercayaan dari pemilik yang bernama Hj Tuma, agar tanah Empang tersebut aman dalam kendali H Mahmud. Untuk mengolah secara penuh sehingga diberikan kepercayaan memegang kuasa yang tertuang dalam perjanjian diatas kertas yang dibubuhi cap jempol langsung Hj.Tuma waktu itu, pungkas H.Mahmud mengenang masa-masa perjuangannya dulu.
"Saya dulu ada uang, dari hasil kerja keras empang, dengan menghasilkan udang, ikan bolu , saya kuasa waktu itu, dalam artian punya uang" pungkas H.Mahmud saat diwawancara media ini, tanggal 14 bulan Pebruari Tahun 2020 lalu.
Lebih jauh di urai perjuangan H Mahmud waktu itu luar biasa tantangan nya, banyak gangguan, keadaan belum aman. Bahkan orang-orang banyak yang ingin mengambil lokasi Empang tersebut, namun setelah mengetahui bahwa yang diberikan kepercayaan pemilik (Hj Tuma Bu'du, Red) adalah H Mahmud bersama orang tuanya, akhirnya orang tersebut mengurungkan niatnya sehingga selamatlah tanah Empang milik Hj Tuma itu.
Saya dan orang tua adalah pertama yang mengerjakan Empang tersebut.
Kepemilikan AJB nomor 221/BK/III Tahun 1986 atas nama H.Mahmud kurang lebih dari 10 Hektar yang tercatat dalam AJB tertulis 7, 6 Hektar. Namun karena kebaikan hati pemilik waktu itu dan menganggap lebih dari saudaranya makanya dia bahasakan secara lisan bahwa luasnya lebih 10 hektar kalau menunjuk batas yang ada. Selain itu agar tidak tinggi pengenaan biayanya di kecamatan.
Karena kerja kerasnya dan bisa aman Empang milik Hj Tuma itu. Sehingga dia sampaikan secara lisan, bahwa bagianmu itu yang masuk dalam AJB lebih dari 10 Hektar kalau diukur dengan baik, Harus mengikuti batas-batas yang sudah ditunjuk, beber H Mahmud menirukan ucapan Hj Tuma ketika itu.
Seperti yang terletak dibagian dalam Empang Kasorokang dengan batas Utara adalah tetap milik H Tuma, sebelah Selatan, sebelah Timur dan sebelah Barat adalah tetap tanah milik Hj Tuma Bu'du, urai H.Mahmud.
Berawal dari penjualan langsung atas nama Hj Tuma Bu'du sebagai pemilik, dan menjual seharga Rp 7.600.000 kepada H.Mahmud pada tanggal 21/1/1986 dihadapan pejabat pembuat akte tanah Kecamatan Biringkanaya waktu itu seluas 7, 6 Hektar, namun sesuai petunjuk dan batas-batas yang sudah disepakati dilapangan (Empang) luasnya lebih dari 10 hektar, kata H.Tuma yang disampaikan kepada H.Mahmud.
Itulah sebabnya AJB tersebut atas nama H.Mahmud yang tertuang dalam perjanjian Akte Jual Beli (AJB) yang masing-masing membubuhi cap jempol antara penjual (H.Tuma Bu'du sebagai pihak pertama) dengan pihak pembeli (H.Mahmud) disebut sebagai pihak kedua didepan pejabat pembuat akte tanah.
Menurut H.Mahmud, tidak ada anak-anaknya H Tuma yang perna kerjakan Empang tersebut, bahkan anak-anaknya saja tidak tahu menahu, bahkan ada yang sama sekali tidak tahu lokasi Empang tersebut dulu.
Tidak ada anaknya yang tertarik kerja Empang. Selain karena beratnya kerja Empang juga Karena setiap hari berkawan dengan lumpur, dengan dialek Makassar " Tena Ki tanja tau sanging peo rikalea" Karena saya bersama keluarga dari Pangkep memang semangat mau kerja Empang.
Maka di berikanlah waktu itu kepercayaan untuk penguasaan, menjaga dan menggarapnya. Semua anak-anak dari H Tuma tidak ada yang perna turun kerja Empang milik orang tuanya, melihat saja tidak mau karena keadaan nya, tidak ada jalanan penuh belukar dan binatang seperti ular banyak.
Anak anak H Tuma, mengetahui ada Empangnya itu, ketika saya bawakan ikan dan hasil lainnya ke rumah orang tuanya, urai H.Mahmud secara panjang lebar mengenai Empang tersebut.
Dikatakannya lagi, bahwa seandainya dirinya mau bengkok dan tidak jujur kepada pemilik (H.Tuma) maka kukasi masuk saja namaku secara diam-diam lebih luas lagi dari jumlah yang ada di AJB itu.
Cuma saya takut diakherat tanggung jawabnya. Selain itu Hj.Tuma semasa hidupnya dia selalu ngomong kepadanya, bahwa Empang itu kita berbagi, milikku dalam buku kepemilikan di kelurahan tapi pisiknya Mahmud yang kuasai.
Semua hasilnya juga tidak pernah saya campuri berapa, hanya sekali sekali saja saya dibawakan. Kerja saja dengan baik, milikku kan miliknya juga H.Mahmud, kenang H Mahmud menirukan ucapan dan amanah Hj Tuma semasa hidupnya. Semua amanah Hj Tuma inilah yang selama ini saya jaga dengan baik, pungkas H.Mahnud. (Red/MIH/Kadir Sijaya)
0 komentar :
Posting Komentar