Info update
Loading...
Selasa, 17 September 2024

Benarkah Dugaan Penyorobotan Tanah Batu Lapisi Diketahui Atas Perintah Sekda Gowa Dan Sekcam ?

Nur Alamsyah, ST Daeng Situju atau yang lebih dikenal Karaeng Situju.

GOWA (MEDIA INDONESIA HEBAT) Menindak lanjuti pemberitaan sebelumnya perihal lokasi tanah Batu Lapisi milik Karaeng Sawi dan Andi Oddang yang diwakili Nur Alamsyah Daeng Situju. 

Kali ini menurunkan pemberitaan lanjutan, Benarkah  dugaan Penyerobotan Tanah Batu Lapisi ditengarai atas perintah Sekda Gowa dan Sekcam ? Sebagai mana pemberitaan sebelumnya, Media Indonesia hebat menurunkan rubrik tentang masalah tanah di Batu Lapisi yang diklaim beberapa pihak akhir-akhir ini.

Kisruh lokasi tanah yang berada di dataran tinggi Malino, Batu Lapisi semakin liar. Sejumlah pengakuan datang dari berbagai pihak, walau tidak jelas bukti kepemilikannya, karena salah lokasi yang mereka tunjukkan. Sebagai pemilik dan memegang dokumen surat Rincik dan membayar pajak/PBB tentu sangat terusik ketenangan nya sebagai pemilik tanah yang syah, tutur Nur Alamsyah Daeng Situju, mewakili almarhum Karaeng Sawi.

Tanah yang di klaim tersebut pertama pasang papan bicara adalah Tuan Tan Moi, namun papan bicara tersebut di lepas oleh pihak pemiliknya yang menggarap lokasi tanah itu. 

Berselang beberapa puluh tahun lamanya, masuk lagi pengakuan dari pihak Hamsah Daeng Tompo yang saat ini di sebut-sebut sebagai ahli warisnya Karaeng Paccallaya yakni Sekda Gowa, Andi Azis Fiter Daeng Tutu.

Bahkan Nur Alamsyah Daeng Situju mempersilahkan pihaknya untuk digugat perdata di pengadilan. Ada ruang untuk mencari keadilan lewat jalur perdata gugatan di pengadilan, silahkan kita beradu data dokumen kepemilikan, ujarnya kepada Media Indonesia, Rabu/18/24.

Kami bersama keluarga sudah menguasainya selama berpuluh-puluh tahun dengan memiliki bukti kepemilikan berupa Rincik dan membayar pajak. Kami menguasainya sejak tahun 1954 kami menggarap dan menjadikan tempat tersebut bernilai saat ini.

Sementara ada pihak atau Oknum yang datang secara tiba-tiba mengakui bahkan memasang papan bicara dan membangun tenda-tenda dengan bahkan menempatkan sejumlah  orang yang diduga Premen yang digerakkan Sekcam, beber Nur Alamsyah lagi. 

Kami kuatir ada benturan pisik jika sudah hilang kesabaran dilokasi. Seharusnya dilihat secara saksama, apakah lokasi yang selama ini kami garap tidak ada yang mengganggu sejak tahun 1954. 

Karena jangan sampai lokasi yang mereka cari , mereka klaim masih jauh keatas karena luasnya saja cukup luas yakni 66 Hektar lebih. Sedangkan kami punya hanya seluas 23 Hektar sesuai yang tertera dalam dokumen Rincik. Saat ini juga hanya tersisa sedikit, tidak lagi mencapai puluhan hekter karena sudah terbagi kepada penggarap, termasuk lokasi lapangan tembak yang di kepada TNI. Itu semua pihaknya yang bertanda tangan selaku pemberi, beber Nur Alamsyah Karaeng Situju. Dengan itu pula dirinya perna mendapatkan penghargaan dari Bupati Gowa kenangnya. 

Kalau dulu tempat tersebut tidak ada nilainya selain hutang belukar dan menakutkan karena sering ada ular besar dan binatang buas. Apalagi keadaannya tidak rata karena ada yang dalam, ada pula posisi ketinggian lokasi tersebut. 

Banyak pengorbanan, bersama keluarganya, nilai materi saat itu sampai sekarang, pungkas Nur Alamsyah yang didampingi sejumlah masyarakat Malino sebagai penggarap nya.

Kami masuk menggarap lokasi tersebut sejak tahun 1954 dan tercatat dalam dokumen Karaeng Sawi dan Andi Oddang sebagai penggarap pertama dan tidak pernah meninggalkan lokasi tersebut sampai sekarang. 

Kami sebagai penerusnya tentu sangat tahu karena memang dari dulu terlibat langsung dalam menggarap lokasi tersebut, sampai sekarang dengan bukti kepemilikan berupa Rincik dan pembayaran pajak (PBB). Kami memiliki bukti dokumen resmi berupa Rincik dan membayar pajak, terangnya. 

Oleh karenanya, kami menghimbau kepada pihak-pihak yang datang mengaku-ngaku sebagai pemilik dilokasi yang kami garap berpuluh-puluh tahun bersama keluarga, agar tidak memaksakan kehendaknya. Karena bisa terjadi benturan fisik.

Demikian juga kepada pejabat yang diduga sudah sangat jauh melangkah dengan memberikan lampu hijau kepada pihak yang tidak jelas kepemilikan nya. Karena akan berakibat fatal jika memaksakannya. 

Kami sudah siap mempertahankan hak kami dengan dokumen surat Rincik, pembayaran PBB dan bukti lainnya yang berkaitan dengan lokasi yang ada di Batu Lapisi seluas keseluruhan 23 Hektar, ujar Daeng Situju. Sebagai mana yang tertera dalam Rincik seluas 23 Hektar lebih. 

Karena yang pasti kami punya dokumen lengkap dengan surat Rincik kepemilikan hak, yang disertai pembayaran pajak sebagai warga negara yang baik, ujar Nur Alamsyah lagi.

Lebih jauh dikatakannya, kami sudah berdarah-darah (Angkaposoi) mengerjakannya sampai jadi tempat ladang dalam lokasi, pengorbanan sudah kami buktikan dengan menggarap sejak tak ada nilai ekonominya sampai menjadi tempat yang cukup menghasilkan saat ini. 

Waktu itu ada nama Andi Oddang dan Karaeng Sawi tercatat sebagai penggarap pertama dan tidak pernah meninggalkan lokasi.

Karaeng sawi buka lahan disitu sejak tahun 1954, awalnya dibuka dengan nama perusahaan ternak, PT. JASAMU, Karaeng Sawi bersama-sama dengan Pak Syamsuddin, Pak Muhadji dan Andi Oddang, dengan luas lahan 200 hektar.

Setelah perusahaan bubar, sisa lahan yang boleh dikuasai menurut cerita almarhum Karaeng Sawi waktu itu, tidak boleh melebihi dari 50 hektar. 

Dan sampai saat ini ahli waris Karaeng Sawi dan Andi oddang, tidak pernah meninggalkan lokasi dalam artian digarap terus-menerus sampai saat ini, tetapi mengapa tiba-tiba ada yang datang mengakui bahwa lokasi itu adalah lahannya, ungkap Nur Alamsyah Daeng Situju.

Sementara pihak Sekcam memberikan klarifikasinya saat dipertanyakan oleh wartawan media Indonesia Hebat, Rabu/18/9/24. Bahwa sanya, dirinya memberikan kesaksian bahwa lokasi itu adalah milik Hamsah Daeng Tompo (Karaeng Paccallaya) yang ahli warisnya adalah sekda Gowa, Andy Azis Piter, bebernya. 

(RED/MIH/KS)-Bersambung.






0 komentar :

Posting Komentar

Back To Top